Tradisi Mapag Panganten Dalam Prosesi Pernikahan Di Bogor

Anda menerima undangan untuk menghadiri resepsi pernikahan teman, kolega, atau rekanan bisnis dari Bogor? Tidak perlu terlalu terburu-buru datang sesuai dengan jadwal yang tertera di undangan. Santai saja.

Bukan saya mengajarkan jam karet yang jelek, tetapi karena saya tahu bahwa ada satu prosesi yang biasanya menjadi pembuka dalam sebuah upacara atau resepsi pernikahan di Bogor yang agak makan waktu. Namanya tradisi “Mapag Panganten”.

Memang, semakin hari semakin berkurang yang melaksanakan yang satu ini. Salah satu alasannya adalah karena berarti akan makan biaya tambahan. Tetapi, kebanyakan pernikahan di Bogor, terutama bagi mereka yang memiliki keturunan darah Sunda, meski hanya sedikit saja, merasa kurang afdol kalau dalam acara pernikahan mereka mapag panganten tidak dilakukan.

Apa itu Tradisi Mapag Panganten ?

Mapag Panganten adalah istilah dalam bahasa Sunda yang berarti “Menjemput Pengantin”. Mapag = Menjemput, Panganten = Pengantin.

Prosesi menjemput pengantin ini bukan dilakukan sekedar oleh orangtua dan keluarga saja. Pelaksanaannya akan melibatkan satu tim tambahan, yang biasanya dilakukan profesional, yaitu

  • Ki Lengser : tokoh sentral dalam prosesi mapag panganten yang berupa figur seorang tua berpakaian ala sunda dengan baju kampret dan totopong (ikat kepala) dan ia akan berperan sebagai penyambut utama
  • Ki Lengser dalam tradisi Mapag Panganten di Bogor
  • Pembawa patung : ia akan menjemput pengantin yang datang dan kemudian akan memayungi pengantin atau pasangan pengantin sampai ke tempat yang ditetapkan, seperti pelaminan
  • Pembawa Payung dalam Prosesi Mapag Panganten di acara pernikahan di Bogor
  • Satu tim dayang-dayang/penari : yang akan menari dan bergerak sesuai dengan irama musik
  • Para pemain musik degung Sunda (tetapi belakangan ada yang menggantikannya dengan rekaman)

Prosesinya bersandar pada pepatah lama bahwa “pengantin atau pasangan pengantin adalah raja dan ratu sehari. Penyambutan ini mengibaratkan pengantin sebagai raja dan ratunya yang harus diperlakukan spesial dan disambut secara spesial. Dan, bukankah memang begitu adanya dalam sebuah upacara pernikahan?

Prosesi dimulai ketika mempelai (pasangan mempelai) akan memasuki area pernikahan), biasanya dengan aba-aba dari pembawa acara, tim “mapag panganten” akan bergerak menyambut kedatangan mereka. Tentunya diiringi dengan alunan suara musik.

Dayang-dayang akan menari, ki lengser akan melakukan tarian dalam gerakan yang lucu dan mengundang perhatian, serta sang pembawa payung yang juga tidak mau kalah menari dengan payung di tangan.

Ketika sudah sampai di depan mempelai, mereka akan menyambut kedatangan sang raja/ratu sehari. Sang pembawa payung akan memayungi pengantin, ki lengser akan memandu raja dan ratu sehari ke pelaminan dan dayang-dayang akan mengiringi sambil menari sampai tiba di podium dimana kursi pelaminan berada.

Nah, itulah yang dinamakan tradisi “mapag panganten”.

Biasanya lumayan lama karena tidak jarang diselingi dengan dialog antar keluarga atau pengalungan bunga. Bisa memakan waktu 15-30 menit, tergantung susunan acara yang sudah ditetapkan.

Jadi, itulah mengapa tidak perlu terburu-buru karena bisa dikata acara resepsi tidak akan dimulai sampai pengantin duduk di pelaminan. Dan, pengantin tidak akan duduk di pelaminan sampai prosesi mapag panganten selesai.

Variasi

Mapag Panganten sendiri memiliki banyak variasi, baik dalam jumlah kelompok pelaksana, atau posisinya dalam susunan acara.

  1. Ada yang melakukannya saat mempelai pria memasuki ruang resepsi dan sebelum akad nikah dilakukan
  2. Ada yang melaksanakannya setelah akad nikah dan ketika pasangan pengantin memasuki ruang resepsi
  3. Ada yang tidak memakai dayang-dayang serta pembawa payung dan hanya Ki Lengsernya saja
  4. Ada yang Ki lengser dan Pembawa Payung saja

Belakangan ini penggunaan tradisi mapag panganten sendiri juga berkembang bukan lagi sekedar untuk acara pernikahan saja, tetapi juga saat acara-acara dimana ada tamu penting datang. Bahkan, perpisahan sekolah di Bogor pun tidak jarang menggunakan tradisi ini, seperti yang dilakukan sekolah Borcess (Bogor Center School) tiga tahun yang lalu.

Mulai Berkurang

Meski masih cukup banyak yang menggunakan tradisi mapag panganten saat resepsi pernikahan, sebenarnya tradisi ini mulai mengalami penurunan peminat.

Salah satu alasannya adalah mulai berkembangnya “tema internasional” dalam acara pernikahan di Bogor. Kedua, adalah karena biaya.

Untuk melaksanakan prosesi ini memang tidak gratis karena butuh tim penari yang profesional yang tentunya harus dibayar. Mapag Panganten biasanya bersifat opsional (bisa dipilih atau tidak) dalam paket pernikahan ala Sunda. Jadi, kalau memang budget yang tersedia memungkinkan, biasanya mapag panganten akan diadakan, tetapi kalau tidak, bisa dihilangkan dari susunan acara.

Mapag Panganten di Pernikahan di Bogor

Itulah yang namanya mapag panganten yang mungkin Anda akan temukan kalau menghadiri undangan pernikahan di Bogor. Tidak semua, tapi rasanya tradisi ini masih akan dilakukan dan bertahan untuk waktu beberapa lama ke depan, sampai Bogor berubah menjadi benar-benar “internasional” dan lupa akan karya para seniman Tanah Sunda.

Nah, sekarang tinggal Anda memilih, mau datang dan melihat satu tradisi menarik atau datang sedikit lambat dan melewatkan acara pembukaan. Kalau saya sih, lebih senang datang tepat waktu karena selalu ada yang unik yang disajikan Ki Lengser.

Meski sudah tidak asing dan berulangkali melihat, (bahkan saat menikah dulu juga memakai tradisi ini), selalu saja ada tingkah baru dari Lengser-nya.

Silakan memilih.

(Foto-foto karya Arya Fatin Krisnansyah dalam pernikahan Renny dan Sandy, 2 Desember 2018)

Mari Berbagi

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.