Sepak bola Ibu-Ibu , Oh No….

Lapangan yang dipakai adalah jalan yang diberi garis-garis putih. Gawangnya terbuat dari balok kayu sisa. Jaring gawangnya memakai tali rafia. Bolanyapun hanya sebuah bola plastik yang dibeli di warung.

Wasitnya, satpam kompleks yang kebetulan sedang berdinas. Sederhana.

Meskipun demikian, kemeriahannya sangat terasa, tidak kalah dari pertandingan British Premiere League. Penonton terpaku dan bersorak ketika seorang pemain menggiring bola.

Seru!

Memang sih bedanya, para penonton memberikan sorakan mendukung kepada siapa saja yang membawa dan menendang bola. Tidak peduli dari pihak mana yang melakukannya. Penonton akan tetap bersorak … dan tertawa tentu saja.

Sepak Bola Ibu-IbuItulah suasana ketika pertandingan sepak bola ibu-ibu dilakukan dalam rangka perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-70. Pertandingannya dilakukan di Cluster Taman Bunga, Bukit Cimanggu City, Tanah Sareal Kota Bogor beberapa waktu yang lalu.

Hadiahnya, hanya sepaket sembako dan sekantung Bimoli, yang bahkan tidak diambil pemenang. Hadiahnya dibagikan kembali kepada yang membutuhkan.

Memang, bukan hadiahnya yang membuat para ibu bersemangat ikut serta. Tawa, canda, dan keriangan yang mereka alami bagai penghapus kejenuhan mengurus suami dan anak sehari-hari. Silaturahmi dan perekat hubungan antar tetangga dilakukan dengan cara non formal dan santai.

Tidak ada yang peduli apakah menang atau kalah. Yang penting bersuka ria menikmati kebebasan dan kemerdekaan yang diperjuangkan di masa lalu.

Mungkin ada yang berpendapat bahwa kegiatan ini tidak berguna. Banyak idealis yang akan berkata bahwa lebih baik merenungkan arti kemerdekaan dan jasa-jasa para pejuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan.

TaSepak Bola Ibu-Ibupi, bukankah untuk ini para pejuang Indonesia mempertaruhkan jiwa dan raganya. Inilah alasan mereka tidak peduli terhadap dirinya sendiri. Mereka mengorbankan harta dan jiwanya.

Alasannya karena para pejuang kemerdekaan menginginkan anak cucu mereka menghirup udara kebebasan dan bahagianya menjadi orang merdeka. Bukankah ini yang mereka inginkan. Kita sebagai “anak cucu” para pejuang menikmati apa yang dulu tidak bisa dirasakan. Sebuah kebahagiaan.

Lupakanlah sejenak tentang teori-teori bertingkah laku. Nikmatilah kemerdekaan.

Lagipula, dari sebuah kegiatan sederhana, ketika ibu-ibu bermain bola, ada beberapa pelajaran yang bisa diambil.

  1. Tidak perlu pelatih untuk kesebelasan sepak bola ibu-ibu. Toh, strategi apapun yang dipakai, ketika permainan dimulai, prinsipnya berganti. Dimana ada bola, maka semua pemain akan mengerumuninya. Strategi pelatih sekelas Carlo Ancelotti pun tidak akan mempan disini.Sepak Bola Ibu-Ibu
  2. Tidak perlu ada waktu tertentu. Tidak seorang pun menyadari ketika wasit lupa meniup peluit tanda berakhirnya pertandingan. Bola terus saja ditendang kesana kemari.
  3. Perlu ball boy lebih banyak. Ball boy atau pemungut bola sampai bosan mengambil bola yang masuk ke halaman rumah. Tendangan para ibu sering melesat jauh tak terarah.
  4. Perlu wasit cadangan. Wasitnya kebingungan. Para pemain tidak mau tahu apakah bola sudah keluar area permainan atau belum.
  5. Penonton perlu memakai earphone untuk menghindari kebisingan. Suara teriakan nyaring terdengar kemana-mana sepanjang pertandingan. Tingkat kebisingannya mencapai level yang lumayan tinggi. Kecerewetan ibu-ibu ternyata tidak berubah di atas lapangan.
  6. Fotografer harus berhati-hati dalam mengambil gambar. Kalau kurang hati-hati, bola bisa mengenai muka. Lebih parah mengenai kameranya.

Sepak Bola Ibu-IbuYang pasti hikmah yang bisa diambil dalam kegiatan sepak bola ibu-ibu ini adalah semua bersuka ria. Tertawa bersama. Bergembira. Kejenuhan dan kesulitan kehidupan sehari-hari sedikit terlupakan sesaat.

Kaya, miskin, tua, muda bukanlah halangan. Tidak ada lagi perbedaan antar yang bermain. Semua mendapatkan kesempatan untuk menerima dan memberi.

Rasanya, meski tidak mengeluarkan banyak biaya, kegiatan sederhana ini justru perlu dilakukan lebih sering. Ketika sebuah rasa persatuan yang sering dipecah belah kembali direkatkan hanya oleh sebuah bola saja.

Meskipun wasitnya pusing, setidaknya dia pusing sambil nyengir dan tertawa juga.

Penulis rasa memang itu yang diimpikan oleh para pejuang kemerdekaan di masa lalu.

Iya ga sit (wasit)?

(Model : Ibu-ibu di Cluster Taman Bunga, Bukit Cimanggu Citym=, Tanah Sareal, Kota Bogor)

sepak bola ibu-ibu

Mari Berbagi

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.