Kisah Pilu Di Rumah Belanda Kuno Angker Ujung Jalan Ahmad Yani

Tidak pernah terpikirkan tiga tahun yang lalu, saat membuat tulisan tentang sebuah rumah bergaya Belanda kuno di Jalan Ahmad Yani ini bahwa suatu waktu bisa mendapatkan respon dari pembaca.

Maklum saja, seperti banyak tempat lain di Bogor, catatan riwayat sebuah tempat seringkali tidak utuh dan sulit ditelusuri asal usulnya karena ketiadaan literatur yang memadai. Saksi hidup pun seringkali sudah tiada. Acapkali, yang didapat hanyalah sesuatu yang tidak jelas dan simpang siur.

Jadi, ketika pada akhir tulisan, saya mengajukan pertanyaan, “Jika ada pembaca yang tahu riwayat dan sejarah, rumah bergaya Belanda di ujung Jalan Ahmad Yani, Kota Bogor ini, silakan tuliskan di kolom komentar”, sebenarnya lebih mendekati pertanyaan retoris.

Tipis harapan untuk bisa mendapatkan informasi terkait rumah tersebut yang bisa didapatkan. Begitulah pemikiran yang ada di kepala saya.

Tidak dinyana, ternyata bertentangan dari apa yang saya pikirkan, sejak tulisan itu diterbitkan, ternyata ada beberapa respon dari pembaca.

Isinya memang beragam.

Yang paling banyak adalah cerita berbau horor atau mistis. Contohnya, cerita dimana banyak kejadian mistis dan penampakan makhluk halus terjadi di sekitar rumah itu, seperti gerobak pedagang yang tiba-tiba berpindah tempat, hingga penampakan noni-noni dan Mevrouw (Nona dan Nyonya) Belanda.

Penampakan makhluk halus itu kerap diterjemahkan sebagai ketidaksukaan “penghuni rumah” tersebut di masa lalu terhadap apa yang dilakukan pada tempat yang dahulu ditinggalinya itu.

Hanya saja, dari semua respon yang masuk, ada dua keterangan menarik.  Keduanya kalau digabungkan akan memberikan sedikit gambaran tentang cerita yang tersimpan dalam sebuah rumah yang hingga kini masih kerap disebut angker itu.

Kedua sumber ini menceritakan tentang kisah rumah kuno itu dari masa yang berbeda.

Tapi, dari kedua kisah itu, kisah terakhir diterimalah (beberapa hari yang lalu) yang membuat saya terkesima.

Ada rasa trenyuh ketika mengetahui bahwa di balik “kesan angker” rumah tersebut, tersimpan sebuah kisah pilu yang membuat rasa haru hadir di dalam hati. Rumah tersebut merupakan saksi bisu perjalanan kehidupan penuh tragedi beberapa insan di tanah Bogor.

Sepenggal kisah itulah yang akan coba saya coba ceritakan kembali di bawah ini.

—-

Mulailah dengan membayangkan adegan layaknya sebuah film di awal abad ke-20, sebuah rumah dengan halaman penuh bunga lily dan mawar putih. Kemudian, penampakan dua orang anak kecil berusia 3-5 tahun berlarian kesana kemari di halaman rumah kuno yang memang lumayan luas ini.

Karena, memang begitulah kira-kira adanya suasana di rumah tersebut antara tahun 1923-1928.

Halaman rumah bergaya Indo Eropa yang memang dikembangkan di awal abad 20 itu memang pernah menjadi tempat bermain dua anak kembar, Jonathan dan Johannes (Johan) Van Der Dorren.

Keduanya lahir di tahun 1923.

Pasangan anak kembar itu merupakan anak dari pasangan Lucas Van der Dorren, seorang pelaut yang mengepalai ekspedisi di Batavia dan Aline Van der Dorren. Pasangan suami istri ini berkebangsaan Belanda.

Kedua kembar cilik ini senang menjadikan halaman rumahnya, yang penuh dengan lily dan mawar putih, sebagai tempat bermain.

Bukan hanya itu, keduanya kerap menjelajah keluar area dan menelusuri bataviasche weg, nama Jalan Ahmad Yani pada masa itu. Jalan ini merupakan bagian dari de Groote Weg atau Jalan Anyer – Panarukan.

Alasannya adalah karena, keduanya, Jonathan dan Johan memiliki kesenangan mengumpulkan buah kenari yang berserakan di sepanjang jalan itu (sampai sekarang masih banyak pohon kenari di jalan tersebut dan mengumpulkan kenari masih dilakukan hingga tahun 1990-an di sepanjang jalan itu).

Buah kenari ini, kemudian akan dibawa pulang dan untuk diambil isinya. Isi buah kenari, atau kacang kenari memang enak. Gurih seperti mentega.

(Anak-anak Bogor di tahun 1970-an masih sering melakukan hal yang sama, mencari kenari untuk dimakan isinya dengan cara dikrepek / dipukul dengan batu untuk menghancurkan cangkang kerasnya dan mengambil bijinya. Sama seperti yang dilakukan Jonathan dan Johan)

Sayangnya, cangkang buah kenari yang keras tidaklah mudah ditangani oleh si kembar cilik.

Mereka kerap meminta bantuan Satirah (pembantu di rumah tersebut) yang biasanya menggunakan mutu alias ulekan / cobek untuk membelahnya agar bisa diambil isinya.

Meski terkadang hal itu menimbulkan masalah sendiri bagi si kembar. Mutu/ulekan sudah dikenal sebagai alat untuk membuat sambal. Alhasil, kalau Satirah lupa membersihkannya, terkadang membuat kacang kenarinya terkena sisa cabai yang masih menempel.

Kacang kenarinya menjadi pedas dan membuat si kembar kepedasan.

Cerita lucu dan penuh kebahagiaan.

Kisah Pilu Di Rumah Belanda Kuno Ujung Jalan Ahmad Yani (6)Yang sayangnya, tidak berlangsung lama.

Tragedi susul menyusul mendatangi keluarga kecil tersebut.

Bermula di tahun 1927, di pertengahan Desember, saat menjelang Natal,Jonathan dan Johan, yang biasa menanti ayahnya di pelabuhan Tanjoeng Prioek tidak pernah lagi bisa bertemu dengan ayahnya.

Lucas Van Der Dorren, sang ayah, meninggal dalam sebuah insiden di lautan saat sedang berlayar.

Tragedi yang mengawali rentetan tragedi memilukan yang kemudian terjadi.

Kesedihan yang dalam bagi keluarga itu seperti tidak kunjung usai.

Beberapa bulan berselang setelah kepergian sang ayah. Salah satu dari si kembar, Jonathan menyusul ayahnya berpulang . Penyakit malaria yang memang merupakan penyakit mematikan di saat itu, merenggut nyawa bocah kecil yang baru saja kehilangan ayahnya itu.

Penyakit malaria memang merupakan penyakit mematikan, salah satu korban lainnya dari penyakit itu adalah Lady Raffles, Olivia Mariamne Devenisch, yang wafat akibat penyakit yang sama. Monumen peringatannya bisa dilihat di Kebun Raya Bogor.

Kisah memilukan belum terhenti sampai di situ. Satu minggu berselang, saudaranya, Johan menyusul kembarannya berpulang. Pendarahan akibat jatuh dari tangga menyebabkan nyawanya tidak terselamatkan.

Sulit membayangkan kesedihan yang dialami Aline, sang ibu menghadapi kemalangan yang beruntun menimpanya.

Sesuatu yang sangat mungkin membuatnya menjadi suka ber-hura-hura dan berpesta di rumah tersebut. Tindakan yang pada akhirnya yang menyebabkan harta warisan peninggalan suaminya habis dan ia pun terjerat dalam hutang.

Kondisi depresi sang ibu malang kemudian mendorongnya melakukan bunuh diri.

Rumah yang pernah menjadi tempat tinggal sebuah keluarga bahagia ini sudah tidak berpenghuni di tahun 1930.

Sulit untuk tidak merasa trenyuh mendengar kisah singkat perjalanan hidup si kembar, Jonathan dan Johannes.

Perjalanan rumah ini pun masih berlanjut hingga hari ini. Berdasarkan penuturan sumber kedua, rumah yang berlokasi tidak jauh dari Taman Air Mancur / dulu de Witte Paal atau Tugu Putih ini ditempati oleh keluarga dari etnis Tionghoa yang masih memilikinya hingga sekarang.

Sayang sekali, datanya belum bisa didapatkan.

Tetapi, kisah si kembar di rumah ini dan tragedi yang menimpa keluarga Van Der Dorren, adalah sebuah kisah yang sulit untuk dilupakan. Cerita yang seharusnya mengingatkan kita bahwa kebahagiaan itu bisa direnggut dalam sekejap,

Sesuatu yang seharusnya menjadi pelajaran bagi kita semua agar bisa menghargai waktu dengan orang-orang yang kita sayangi.

Narasumber : Hannah Putri, Jonathan dan Johannes Van der Dorren (penulisan sumber sesuai dengan yang disetujui dengan narasumber)

Mari Berbagi

11 thoughts on “Kisah Pilu Di Rumah Belanda Kuno Angker Ujung Jalan Ahmad Yani”

  1. kantor tempat saya bekerja freelance di jalan yang sama tidak jauh dari rumah tersebut. sebelum pandemi saya kerap mengerjakan project di sana dan selalu melewati depan rumah itu. Jujur saja ada perasaan spookiness setiap liwat tapi di saat yg bersamaan saya sangat suka dengan rumah itu mungkin karena dulu saya grew up di rumah kuno arsitek belanda di jakarta jadi ada kecintaan tersendiri terhadap rumah-rumah jaman belanda.

    Reply
    • Yap memang agak membuat bulu kuduk merinding yah.. cuma itu bangunan bagus sekali dan mengandung nuansa kuno

      Memang kerja freelancenya dimana?

      Reply
  2. Rumah Jl. Ahmad Yani No. 5 – Bogor, itu skrg milik keluarga Thung Hok Peng, di halaman depan rumah dahulu konon ada meriam nya

    Reply
    • Makasih atas tambahan infonya. Wahh menarik tuh kalau memang penampakan meriamnya masih ada.. keren pastinya nuansa jaman dulu banget

      Reply
  3. wah perkarangannya lumayan luas ya mas, buat masuk ke dalam saja cukup jauh. nice share mas.

    Reply
  4. Ceritanya bagus sekali pak dan dapat banget pesan-pesan dari ceritanya untuk lebih menghargai waktu dengan orang-orang yang kita sayangi ☺️☺️☺️.

    Reply
  5. Terima kasih mas anton. Si kembar sangat menyukainya ?

    Reply

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.